Selasa, 22 Februari 2011

Thomas Aquinas

Thomas Aquinas lahir di desa Aquino, sebuah desa di antara Roccasecca dan Napoli, Italia, pada 25 Nopember 1224. Ia berasal dari keluarga bangsawan. Aquinas dikirim oleh kedua orang tuanya untuk menjalani pendidikan di sebuah sekolah di pertapaan para rahib Benediktin dari Monte Cassino pada umur lima tahun. Pada tahun 1239 ia mulai kuliah di Universitas Napoli setelah ia tinggal selama sembilan tahun di biara tersebut.

Aquinas bergaul akrab dengan para biarawan Ordo Dominikan di Napoli. Hal ini membuat dia masuk biara ini pada tahun 1244. Namun langkah Aquinas ini tidak disetujui oleh segenap keluarganya, karena mereka menghendaki Aquinas menjadi seorang rahib Benediktin di Monte Cassino. Karena sikap keluarganya itu, pemimpin umum Ordo Dominikan mengirim Aquinas ke Paris, Perancis, untuk belajar teologi, kemudian ke pusat studi Christendom, dan ke Koln. Ia belajar di bawah bimbingan Albertus Agung, seorang Doctor Universalis, selama empat tahun (1248-1252). Upaya Santo Albertus untuk menggunakan filsafat Aristoteles dalam berteologi mempengaruhi arah dan gaya pemikiran Aquinas. Setelah itu, ia kembali ke Universitas Paris untuk melengkapi studi teologi selama empat tahun (1252-1256).

Aquinas disibukkan dengan tugas-tugasnya sebagai Magister Teologi di Universitas Paris selama tiga tahun (1256-1259). Kemudian dia mengajar di beberapa pusat studi teologi di Italia selama sepuluh tahun. Ia juga membantu di lembaga pengadilan kepausan sampai tahun 1268. Ia mendampingi Paus Alexander IV di Anagni (1259-1261), Paus Urbanus IV di Orvieto (1261-1264) dan di Roma (1265-1267), serta Paus Clemens IV di Viterbo (1267-126cool. Pada tahun 1269 dia kembali menjadi profesor teologi untuk kedua kalinya di Universitas Paris. Hal ini dapat terjadi karena permintaan ordonya. Pada tahun 1274 ia diminta untuk mendirikan sekolah teologi di Napoli, Italia.

Pola pikir filosofis Thomas Aquinas tampak dalam dua hal, yaitu metode skolastik dan analisa falsafatinya. Skolastik menjadi ciri khas sistem pendidikan di universitas-universitas Abad Pertengahan, yaitu para biarawan-rohaniwan mengelola dan membina lembaga-lembaga pendidikan. Pada zaman Aquinas tidak ada sistem atau ajaran filsafat yang baku dan seragam. Pengajar di pelbagai sekolah bebas mengekspresikan sudut pandangnya sendiri. Namun masih ada unsur-unsur tertentu yang mempersatukan ciri khas sekolah-sekolah. Unsur-unsur tersebut adalah Lectio (kuliah) dan disputatio (debat dialektis).

Pada saat lectio (kuliah), mahasiswa membaca dan membeberkan isi sebuah teks yang telah ditentukan oleh pengajarnya. Membaca sebuah teks harus sesuai dengan keinginan pengarang, yakni keinginan untuk memahami kekayaan makna kata-kata dan kekayaan terminologis yang terdapat di dalam sebuah teks. Bentuk pendidikan semacam ini mengembangkan teknik penafsiran (hermeneutika). Suasana lectio ini menimbulkan pemahaman yang mendalam terhadap otentisitas gagasan para pemikir.
Metode pembelajarannya dinamai disputatio, yakni metode yang meliputi debat dialektis tentang masalah-masalah yang ditemukan dalam teks. Pengajar menemui para mahasiswa untuk menentukan dan mempertimbangkan argumentasi “pro” dan “kontra” dan merumuskan ke dalam jawaban yang sistematis atas pertanyaan yang diperdebatkan pada saat disputatio. Suasana disputatio ini melatih sikap kritis yang sehat, dan cara berpikir yang otonom.

Aquinas, filsuf sekaligus teolog, melengkapi pandangan Agustinus yang didasari oleh gagasan Plato dan terutama Neo-Platonisme, untuk memahami secara rasional pelbagai iman Kristiani. Sebagai misal, Agustinus berusaha membuat sintesa antara filsafat Yunani (Platonisme dan Neo-Platonisme) sebagai batu tumpuan pertama untuk menuju pengajaran kristianitas. Sedangkan Aquinas menggunakan filsafat Yunani (Aristoteles) sebagai dasar filsafat untuk meluruskan iman Kristiani. Dia melihat faktor ketiga, yakni keberadaan Tuhan, yang dapat menjembatani kebenaran yang dicapai oleh iman maupun akal budi. Maksudnya, di satu pihak keberadaan Tuhan dapat diterima dalam iman, di pihak lain dapat dimengerti atas dasar argumen masuk akal. Jadi semua kebenaran adalah masuk akal, karena berasal dari Tuhan sebagai Being yang rasional.

Salah satu karya Aquinas yang menunjukkan bahwa tidak adanya pemisahan antara teologi dan filsafat adalah Summa Theologiae (1265-1273). Buku ini disusun berdasarkan metode disputatio skolastik, yaitu sebuah metode berpikir yang keseluruhannya terdiri atas quaestiones (pertanyaan-pertanyaan) dan articuli. Topik pembahasan selalu dianalisa dan dirinci dalam beberapa bagian. Setiap bagian dari topik itu selalu dibuka dengan pertanyaan-pertanyaan. Aquinas mengemukakan jawaban-jawaban atas setiap pertanyaan. Sumber-sumber jawaban berasal dari Kitab Suci dan filsuf-filsuf sebelumnya; filsuf-filsuf pra-Sokratik, kalangan Bapa-Bapa Gereja purba, para filsuf Islam, serta filsuf Yahudi. Jawaban-jawaban tersebut ditanggapi lewat kritik. Sesudah itu, Aquinas memberikan pendapatnya sendiri sebagai jawaban akhir atas pertanyaan yang bersangkutan.

Hubungan antara filsafat dan teologi tampak paling jelas dalam pandangan Aquinas terhadap filsafat Aristoteles. Menurut Aquinas, sistem filsafat Aristoteles mengandung kebenaran rasional yang sejati. Problemnya terletak pada “bagaimana memahami filsafat tanpa kehilangan hakekat teologi”. Bagi Aquinas, tidak semua kebenaran teologis dengan sendirinya jelas bagi akal budi manusia. Sebagai misal, kebenaran tentang eksistensi Tuhan. Kebenaran ini berasal dari wahyu, namun masih perlu dijelaskan secara filosofis supaya apa yang diimani dapat dipahami secara rasional.

Pandangan Aquinas tersebut di atas mengandung dua implikasi. Pertama, Aquinas menganggap penting filsafat Aristoteles karena filsafat Aristoteles digunakan sebagai alat untuk membuat sistematisasi, definisi, dan merumuskan argumen-argumen mengenai ajaran-ajaran iman tertentu secara logis. Kedua, teologi adalah suatu bingkai dasar untuk memahami pemikiran filosofis dari Aquinas. Pemikiran-pemikiran Aquinas terkait erat dengan konteks teologinya. Dengan demikian Aquinas terkenal sebagai filsuf dan teolog yang mampu menyintesakan seluruh pemikiran kristiani dengan bantuan sistem dan konsep filsafat Aristoteles.

Daftar Pustaka:
Davies, Brian, The Thought of Thomas Aquinas, Clarendon Press, Oxford 1993, hal.1-10.
Gilson, Etienne, The Philosophy of St. Thomas Aquinas, Dorset Press, New York 1948, hal. 37-38.
Grabmann, Martin, S. Tommaso d’Aquino, una introduzione alla sua personalitá e al suo pensiero, Versione del Dottor Giacomo di Fabio, Societá Editrice “Vita e Pensiero”, Milano 1929.
McInerny, Ralph, St. Thomas Aquinas, University of Notre Dame Press, Notre Dame – London 1982, hal. 11-29.
Saranyana, Joseph, History of Medieval Philosophy, Sinag-Tala, Manila 1996, hal. 186-188.
Weisheipl, James A., Friar Thomas D’Aquino: His Life, Thought, and Works, The Catholic University of America Press, Washington DC 1983.


AGUSTINUS RYADI
Penulis adalah Pengajar di Universitas Katolik Widya Mandala dan
Skolastikat Filsafat Seminari Tinggi Providentia Dei,
Surabaya

dimuat di blog website Perpustakaan Fakultas Filsafat UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar